Adanya perkembangan zaman di bidang media informasi menjadi
salah satu penyebab meredupnya keberadaan permainan tradisional. Hanya dengan
mengakses di media internet, media jejaring sosial dan televisi, saat ini
anak-anak di beberapa kota-kota besar di Indonesia bahkan juga di pedesaan,
sudah dapat menikmati permainan-permainan budaya modern, seperti dalam contoh
kecil: game online, jejaring sosial, video streaming, dan masih banyak lagi
yang lainnya. Seiring dengan adanya modernisasi, permainan tradisional yang
dahulu menjadi kegemaran anak-anak di era tahun 80-90 an kini semakin tergeser
keberadaannya dengan budaya permaianan modern di beberapa kota besar di
Indonesia.
Sementara permainan tradisional saat ini hanya sering
dimainkan oleh anak-anak di pinggiran kota atau di desa-desa sehingga terkadang
kesan yang melekat pada permainan tradisional adalah permainan kampungan yang
sudah ketinggalan zaman. Kesan yang melekat pada permainan ini terkadang membuat
anak-anak saat ini lebih memilih untuk bermain permainan digital. Pilihan anak
ini juga karena dukungan dari orang tua, yang menyediakan berbagai fasilitas
yang dibutuhkan oleh anaknya. Orang tua tidak lagi memperkenalkan permainan
yang dimainkannya dulu waktu mereka kecil kepada anak-anaknya. Hal ini terjadi
juga karena kesan melekat pada permainan tersebut. Kesan modern ternyata tidak
selamanya berdampak positif. Fenomena yang terjadi akhir-akhir ini, permainan
digital berdampak buruk pada anak. Karakter anak cenderung menjadi pribadi yang
individualis, suka berbohong, tidak bertanggung jawab, dan jarang berkomunikasi
dengan orang lain di sekitarnya. Di balik banyaknya dampak negatif yang telah
ditimbulkan oleh permainan digital yang memiliki kesan modern ini, sebenarnya
bangsa Indonesia memiliki permainan anak yang kaya akan nilai dan berdasarkan
hasil penelitian permainan anak tradisional dapat menstimulasi tumbuh kembang
anak, bahkan dapat digunakan sebagai sarana edukasi pada anak.
Pendidikan
karakter meliputi dua aspek yang dimiliki manusia, yaitu aspek ke dalam
dan aspek keluar. Aspek ke dalam atau aspek potensi meliputi aspek kognitif
(olah pikir), afektif (olah hati), dan psikomotor (olah raga). Aspek ke luar
yaitu aspek manusia dalam konteks sosiokultur dalam interaksinya dengan orang
lain yang meliputi interaksi dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Masing-masing aspek memiliki ruang yang berisi nilai-nilai pendidikan karakter.
Penerapan pendidikan karakter di sekolah dasar dilakukan pada ranah
pembelajaran (kegiatan pembelajaran), pengembangan budaya sekolah dan pusat
kegiatan belajar, kegiatan ko-kurikuler dan atau kegiatan ekstrakurikuler, dan
kegiatan keseharian di rumah dan di masyarakat. Penerapan pendidikan karakter
pada pelaksanaan pembelajaran dilaksanakan dengan menggunakan strategi yang
tepat. Strategi yang tepat adalah strategi yang menggunakan pendekatan
kontekstual. Alasan penggunaan strategi kontekstual adalah bahwa strategi
tersebut dapat mengajak siswa menghubungkan atau mengaitkan materi yang
dipelajari dengan dunia nyata. Dengan dapat mengajak menghubungkan materi yang
dipelajari dengan dunia nyata, berarti siswa diharapkan dapat mencari hubungan
antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan pengetahuan tersebut dalam
kehidupan sehari-hari. Dengan pendekatan itu, siswa lebih memiliki hasil yang
komprehensif tidak hanya pada tataran kognitif (olah pikir), tetapi pada
tataran afektif (olah hati, rasa, dan karsa), serta psikomotor (olah raga). Hal
ini yang belum sepenuhnya dilakukan oleh para guru sebagai penggerak utama
keberhasilan untuk membudayakan pendidikan karakter pada siswa.
Di dalam pembelajaran, muka suram para siswa ketika guru
menyampaikan materi hanya melalui metode ceramah dan pemberian tugas. Tidak ada
semangat dan wajah berbinar saat mengerjakan soal-soal. Motivasi untuk
mengikuti kegiatan pembelajaran sangatlah kurang sehingga berdampak pada
aktivitas para siswa dalam pembelajaran. Antar siswa yang satu dengan yang lain
sering timbul perdebatan yang tidak harmonis, kurangnya rasa saling menghargai
yang berdampak pada sikap toleransi. Sikap jujur yang rendah sehingga siswa
terkadang berbohong ketika melakukan kesalahan ataupun ada tugas dari guru.
Tidak ada rasa tanggung jawab ketika diberikan tugas. Saat pembelajaran dibuat
berkelompok tidak ada sikap demokratis, semua saling tunjuk dan individualis,
hal ini tercermin ketika perwakilan dari kelompok maju untuk mempresentasikan
hasil kerja kelompok. Beberapa karakter tersebut sangat perlu untuk dibudayakan,
mengingat waktu siswa di sekolah adalah saat yang tepat untuk membudayakan
karakter selain di rumah, karena selama di sekolah siswa bisa bersosialisasi
dengan banyak teman, baik itu siswa dengan siswa ataupun siswa dengan guru.
Namun kondisi dilapangan sangatlah berbeda, kenyataannya tidak sedikit
guru dalam proses pembelajarannya tidak menggunakan strategi, metode dan model pembelajaran yang tepat
sesuai dengan materi yang diajarkan. Guru belum menggunakan model pembelajaran
yang menarik, media ataupun alat peraga yang sesuai dengan materi, serta kurang
menggunakan permainan yang memacu semangat dan aktivitas yang menanamkan
karakter pada siswa, hal tersebut berakibat pada siswa. Siswa kurang memahami
materi yang akhirnya berdampak pada hasil belajar dan aktivitas siswa yang
berkarakter. Masalah yang sering dihadapi pada siswa sekolah dasar
dalam pembelajaran adalah siswa kurang termotivasi dalam pembelajaran yang
ditandai dengan sikapnya yang acuh tak acuh serta kurang peduli terhadap
pembelajaran sekalipun siswa dihadapkan pada tantangan. Sikap siswa terhadap
teman dan guru yang suka berbohong, tidak bertanggung jawab, tidak bisa
menghargai, dan kurang komunikatif dalam pembelajaran. Selain itu dalam
penggunaan media pembelajaran kurang menarik bagi siswa dan dalam pembelajaran
tidak menggunakan inovasi yang menarik dan menyisipkan permainan tradisional.
Penggunaan model dan media ajar yang kurang menarik membuat siswa tidak
termotivasi dan suka bermalas-malasan dalam pembelajaran.
Hal tersebut menjadi masalah bagi para guru. Dalam proses
pembelajaran siswa kurang aktif dan
cenderung cepat bosan. Hal itu disebabkan karena kurangnya minat siswa dalam
mengikuti pelajaran di dalam kelas. Ketidaktepatan guru menggunakan model pembelajaran dan berbantuan
media ajar yang tepat dalam penyampaian materi menjadi sebab utama dari
permasalahan tersebut, sehingga siswa tidak
tertarik pada pembelajaran yang hanya terpaku pada buku dan ceramah yang
didengar dari guru saja. Hal ini juga menyebabkan hasil belajar siswa yang dicapai sebagian besar rendah karena siswa kurang memahami apa yang
disampaikan oleh guru.
Dari beberapa paparan di atas
dapat disimpulkan bahwa permasalahan yang terjadi adalah rendahnya aktivitas
siswa dalam pembelajaran, belum membudayanya karakter jujur, demokratis,
tanggung jawab, toleransi, komunikatif, yang disebabkan penyajian materi oleh
guru dalam pembelajaran tidak menarik, kurang memotivasi siswa, belum
membudayanya penanaman pendidikan karakter
di sekolah, dan tidak menggunakan media yang mendukung. Permainan
tradisional bisa dimodivikasikan dengan pembelajaran untuk mebudayakan karakter
tersebut.
No comments:
Post a Comment